RESELLER DROPSHIPPING ? HALAL ATAU HARAM
Sabtu, 15 Februari 2014
1 Komentar
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Karenanya ada keringanan internet, berbondong-bondong beberapa netter memindahkan kesibukan mereka didunia riil ke dunia maya. Salah satunya yaitu usaha on-line. Dropshipping, jadi satu diantara pilihan system usaha on-line yang banyak dijalani beberapa netter. Ya, dengan internet, seluruhnya mungkin saja duit.
Untuk hamba yang beriman, pasti kita tak lagi menelan seluruhnya system yang berlaku di orang-orang dengan cara mentah-mentah. Kita setuju, tak seluruhnya praktik usaha yang menyebar di orang-orang, sudah penuhi standard halal dengan cara syariat. Karenanya, benar-benar utama, saat anda akan memerankan satu system usaha spesifik, terlebih dulu anda mesti mengerti hakekatnya serta hukumnya.
Dropshipping dipercaya untuk jenis jual beli yang paling gampang dalam dunia on-line. Pasalnya, usaha ini dapat dijalani hampir tiada modal. Lumrah bila system ini paling banyak digemari beberapa netter. Mungkin artikel ini tak lagi panjang lebar untuk mengulas apakah itu dropshipping, kami meyakini pembaca telah lebih familier dengan system ini.
Kita Pusatkan pada skema dropshipping pada gambar di atas.
Ada 3 pihak yang terlibat dalam transaksi diatas,
1. Dropshipper
Dia yaitu pihak yang memiliki barang, baik produsen, toko, ataupun agen barang.
2. Reseller
Penjual on-line yang tawarkan barang orang lain pada beberapa customer.
3. Buyer
Customer yang beli barang dari buyer.
Pada mulanya, ada satu arti yang barangkali butuh diluruskan berkenaan siapakah dropshipper. Yang lebih pas, dropshipper tidaklah pebisnis on-line yang tawarkan barang ke customer. Sebagian website berbahasa inggris yang mengupas perihal dropshipping menegaskan bahwasanya dropshipper yaitu yang memiliki barang, baik dia produsen, toko, atau agen. Sedang pihak yang tawarkan barang itu yaitu reseller.
Setelah itu, kita bakal kembali meninjau system diatas.
Dari ketiga aktor diatas, pihak yang menaruh sinyal bertanya besar yaitu reseller. Terdapat banyak catatan utama dari kesibukan reseller :
1. Reseller jual barang pada orang lain, tiada mempunyai object transaksi itu. Lantaran barang itu murni punya dropshipper.
2. Reseller sekalipun tak memegang barang itu. Barang segera di kirim ke buyer, sesaat reseller sekalipun tak punyai urusan barang itu.
3. Dropshipper kirim barang ke buyer atas nama reseller.
4. Reseller bukan hanya agen dari yang memiliki barang. Bukti bahwasanya reseller bukan hanya agen :
Untuk jadi reseller, anda tak perlu mendaftar untuk jadi agen.
Reseller dapat menjualkan barang dari beragam client dropshipper yang tidak sama tidak ada batas.
Reseller mengambil keputusan harga sendiri, dengan keuntungan spesifik sesuai sama yang dia kehendaki.
Dari sebagian catatan diatas, kita dapat meyakinkan bahwasanya sejatinya reseller dalam hal semacam ini sudah jual barang yg tidak dia punyai. Sesudah ada keinginan, reseller cuma pesan ke dropshipper untuk kirim barang ke buyer. Automatis semua kemungkinan sepanjang sistem pengiriman jadi tanggung jawab dropshipper. Dus, reseller ada di posisi benar-benar aman, cuma barangkali memperoleh keuntungan serta hampir tak memikul kerugian sepeserpun, tak hanya tanggung jawab moral pada customer.
Ingin Untung, Mesti Nanggung Rugi
Ada satu aturan utama berkenaan transaksi dalam muamalah. Aturan itu menyebutkan,
إنما الخراج بالضمان
Sebenarnya keuntungan yang didapat seorang, sepadan dengan kerugian yang dijamin.
Aturan ini menurut hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ada seseorang teman dekat yang beli budak. Sesudah sekian hari dipekerjakan, dia temukan aib pada si budak. Lalu, si konsumen kembalikan pada penjual. Si penjual terima, tetapi si konsumen mesti menyerahkan beberapa duit sejumlah harga sewa budak sepanjang di tangan konsumen. Pada akhirnya mereka meminta keputusan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda :
الخراج بالضمان
“Keuntungan itu sebanding dengan kerugian yang dijamin. ” (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi serta dihasankan Al-Albani).
Mari kita cermati hadis diatas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggugurkan keharusan si konsumen untuk membayar cost sewa budak sepanjang dia pekerjakan. Lantaran saat si budak ini ada di tangan konsumen, dia jadi tanggung jawab konsumen. Andaikata budak ini mati, konsumen bakal memikul kerugian. Karenanya, si konsumen memiliki hak memperoleh keuntungan dalam wujud memperkajan budak itu sepanjang dia di tempatnya.
Aturan ini berlaku untuk seluruhnya transaksi serta jalinan pada seorang dengan sesama. Syariat tak mengizinkan ada satu posisi yang cuma barangkali terima untung saja, tiada sedikitpun memikul kemungkinan saat berlangsung kerugian. Bila ada transaksi sesaat prinsipnya cuma barangkali terima untung tiada memikul kemungkinan rugi, dapat di pastikan transaksi itu punya masalah.
Oleh karena itu, syariat mengharamkan transaksi riba. Seperti yang kita saksikan, dalam transaksi riba, kreditor dalam posisi benar-benar aman, dia cuma barangkali memperoleh keuntungan tiada memikul kemungkinan kerugian.
Sebaliknya, syariah membolehkan transaksi untuk hasil atau mudharabah. Lantaran dalam transaksi ini, sohibul mal (yang memiliki modal) memikul kemungkinan rugi saat usaha yang digerakkan mudharib (pelaku usaha) alami kerugian. Anda dapat juga berikan catatan kebalikannya, bila ada transaksi mudharabah, sesaat sohibul mal minta supaya modal dikembalikan saat usaha tidak berhasil, maka ini terhitung riba serta perjanjian terlarang, lantaran sohibul mal pasti dalam posisi aman serta cuma barangkali memperoleh keuntungan.
Kita kembali pada masalah dropship. Dalam system diatas, reseller ada pada zona 100% aman. Dia sekalipun tak memikul kemungkinan kerugian. Lantaran tanggung jawab teradap barang, jadi kemungkinan dropshipper sebagai pengirim barang atas nama reseller. Anehnya, dalam peluang yang sama, reseller memperoleh keuntungan dari transaksi yang dia kerjakan. Dengan menimbang aturan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwasanya keuntungan reseller dalam hal semacam ini punya masalah.
Di antara ketentuan syariah lain yang jadikan system ini punya masalah yaitu hadis yang melarang jual barang yg tidak dia punyai.
Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, beliau sempat ajukan pertanyaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada orang yang datang kepadaku serta meminta supaya saya menghadirkan barang yg tidak saya punyai. Bolehkah saya beli barang ke pasar, lalu saya jual ke orang ini? ” lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Janganlah anda jual barang yang bukan hanya milikmu. ” (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, serta dishahihkan Al-Albani).
Lalu dari Thawus, beliau memperoleh narasi dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يَبِيعَ الرَّجُلُ طَعَامًا حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ
Sebenarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang jual makanan hingga dia terima seluruhnya makanan itu dari penjual pertama.
Thawus lalu ajukan pertanyaan pada Ibnu Abbas, “Mengapa dapat sekian? ”
Jawab Ibnu Abbas,
ذَاكَ دَرَاهِمُ بِدَرَاهِمَ وَالطَّعَامُ مُرْجَأٌ
Yang berlangsung yaitu jual duit dengan duit, sesaat makanannya terlambat. (HR. Bukhari serta Muslim).
Dalam info yang lain, Ibnu Abbas menegaskan,
وَلاَ أَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا مِثْلَهُ
“Saya meyakini seluruhnya barang berlaku seperti itu. ” (HR. Ahmad serta Bukhari).
Berarti, itu bukan sekedar berlaku untuk makanan, tetapi untuk seluruhnya barang dagangan.
Mari kita simak hadis di atas serta info Ibnu Abbas. Orang yang jual barang yang belum dia punyai dilarang dengan cara syariat, lantaran hakekatnya dia jual duit dengan duit. Ibnu Hajar bikin ilustrasi seperti berikut,
Si A beli dari si X kamera seharga 3 jt. Sebelum saat dia menerimanya, si A jual kamera itu pada si B seharga 4 jt, sesaat kamera tetap di tangan si X. Yang berlangsung, seakan-akan si A jual duit 3 juta dengan duit 4 juta. (Simak Fathul Bari, 4/349).
Kita tarik pada masalah dropshipper diatas. Reseller pada posisi itu beli barang ke dropshipper, sesudah dia memperoleh pesanan dari buyer. Barang sekalipun tak disentuh oleh reseller, juga melihatpun tak. Reseller beli barang sejumlah 100 rb umpamanya, serta dia memperoleh duit sejumlah 120 rb dari buyer. Seakan reseller jual duit 100 rb dengan 120 rb. Sekian pendekatan masalah dropshipping dengan hadis diatas.
Misalpun reseller mendatangi dropshipper, serta dia mau jual barang punya dropshipper ke buyer, dia mesti membawa barang itu pulang terlebih dulu, lalu baru dia kirim ke buyer. Disamping hadis Ibnu Abbas diatas, dalil lain yang tunjukkan rangkuman ini yaitu hadis Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رحالهم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual barang ditempat dia beli barang itu, hingga beberapa pedagang memindahkan barang itu ke tempatnya. (HR. Abu Daud, Ibn Hibban serta dihasankan Al-Albani)
Jalan keluar serta Alternatif
Anda beberapa aktivis usaha on-line tak perlu berkecil hati. Bila anda tak dapat memakai system dropshipping, tetap ada seribu langkah untuk mencari duit lewat internet dengan jalan yang halal tiada mesti keluar banyak modal. Tersebut sebagian alternatif usaha on-line modal tidak tebal yang dapat anda kerjakan,
Pertama, pemberi service pengadaan barang
Rekanan yang luas atau kekuatan pengadaan barang yang cukup, sangat mungkin Anda tawarkan layanan ke orang lain untuk pengadaan barang yang mereka perlukan. Anda memiliki hak meminta imbalan, dengan nominal yang pasti serta disetujui dimuka akad. Contoh, Anda jadi supplier restoran spesifik untuk keperluan barang spesifik. Anda memiliki hak memperoleh gaji dari restoran itu. Pada masalah ini, anda murni jual layanan pada client anda.
Ke-2, jadi agen atau distributor resmi
Pada posisi ini, anda seperti tangan panjang yang memiliki barang atau produsen. Lantaran pada prinsipnya status anda yaitu wakil untuk yang memiliki barang. Anda dapat lakukan transaksi lewat cara apa pun, baik off line atau on-line, seperti Anda juga dibenarkan untuk menjualnya dengan cara tunai atau dengan cara kredit dengan harga yang Anda tetapkan atau sesuai sama perjanjian.
Sudah pasti, untuk dapat jadi agen, anda mesti lewat sebagian bagian sesuai sama dengan ketentuan keagenan yang diputuskan oleh yang memiliki barang.
Dalil persoalan ini yaitu hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ
Golongan muslimin itu sesuai sama kriteria yang mereka setujui. (HR. Bukhari dengan cara muallaq, Abu Daud, Ahmad serta yang lain).
Ketiga, kerjakan transaksi salam
Perniagaan dengan skema akad salam adalah kebalikan akad kredit. Bila pada akad kredit, barang diserahkan lebih dahulu serta duit menyusul, pada transaksi salam, duit diberikan terlebih dulu, sesaat barang menyusul.
Ibnu Abbas menyampaikan,
أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى أن الله أحله وأذن فيه، ثم قرأ : { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى }
Saya bersaksi bahwasanya jual beli salam yang ditanggung hingga batas saat spesifik yaitu akad yang Allah halalkan serta Allah ijinkan. Lalu Ibnu Abbas membaca ayat, yang berarti, “Hai beberapa orang yang beriman, jika kalian lakukan transaksi utang hingga batas saat spesifik maka catatlah…” (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 6/45).
Sesaat dalil dari hadis, bahwasanya Ibnu Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
كُنَّا نُسْلِفُ نَبِيطَ أَهْلِ الشَّأْمِ فِي الحِنْطَةِ، وَالشَّعِيرِ، وَالزَّيْتِ، فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
Dulu di saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami pesan gandum, sya’ir (gandum mutu rendah), serta minyak zaitun, dengan ukuran yang pasti serta tempo penyerahan yang disetujui dari beberapa pedagang Negeri Syam. (HR. Al-Bukhari)
Menurut sebagian kisah diatas, yang butuh anda cermati, saat anda akan lakukan transaksi salam, duit mesti dibayar tunai serta saat penyerahan barang mesti terang di depan.
Barangkali ada yang mempertanyakan, apa bedanya dengan system dropshipping yang umum dikerjakan?
Pada transaksi salam, pebisnis (reseller) mesti beli object transaksi itu dari yang memiliki barang dengan cara prima, hingga berlangsung serah terima. Berarti barang telah beralih tangan ke pihak reseller. Lalu barulah reseller sendiri yang kirim barang ke buyer atas nama dianya. Dalil hal semacam ini yaitu hadis dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رحالهم
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual barang ditempat dia beli barang itu, hingga beberapa pedagang memindahkan barang itu ke tempatnya. (HR. Abu Daud, Ibn Hibban serta dihasankan Al-Albani)
Tak dibenarkan cuma duit muka
Sisi tidak terpisahkan dalam usaha on-line yaitu barang sebagai object transaksi cuma dapat diserah-terimakan sesudah selang sekian waktu. Karenanya, saat konsumen cuma berikan duit muka pada penjual on-line, yang berlangsung yaitu transaksi yang keduanya sama terutang. Sesaat dengan cara hukum, transaksi ini terhitung transaksi punya masalah.
Dalil hal semacam ini yaitu hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ – وَهُوَ بَيْعُ الدَّيْنِ بِالدَّيْنِ -
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang lakukan transaksi al-kali’ – yakni jual beli utang dengan utang. (HR. Abdurrazaq 14440).
Walau ada beberapa ulama menilai hadis ini tak shahih, tetapi mereka setuju bahwasanya jual beli utang dengan terutang yaitu terlarang.
Di antara ulama yang menilai lemah hadis persoalan ini yaitu Imam Ahmad bin Hambal, lantaran dalam sanadnya ada perawi yang bernama Musa bin Ubaidah. Tersebut cuplikan info beliau,
ولا يحل الرواية عن موسى بن عبيدة ولا أعرف هذا الحديث من غير موسى وليس في هذا حديث صحيح وانما اجماع الناس على أنه لا يجوز دين بدين
Tak halal terima kisah dari Musa bin Ubaid. Saya tak tahu hadis sejenis ini dari tak hanya Musa. Serta tak ada hadis sahih satu juga perihal larangan jual utang dengan utang, walau demikian perjanjian ulama sudah bulat bahwasanya tak bisa memperjual-belikan utang dengan utang. ” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/600)
Allahu a’lam
Ijin meninggalkan jejak website ku ya Dus Makanan :)
BalasHapusSalam kenal